Semenjak kau tahu kehilangan hanya butuh dilawan dengan doa — mulai saat itu kesepian tak lagi harus menyisakan air mata
Tidak ada yang pantas disalahkan. Kalian hanya dua manusia yang berjalan di dua cabang berlainan.Baginya harapan seperti energi terbarukan. Sedang bagimu, sejak saat itu, ia seperti anak hilang yang tak pernah lagi pulang.Kalian dua manusia cerdas yang sama-sama tahu apa yang harus disudahi. Hanya sempat terlampau pengecut untuk berani menghadapi sendiri.
Bagimu harapan tinggi harus segera dipangkas sependek rambut tentara. Sementara baginya ia perlu belajar memperlakukanmu seperti manusia. Bukan warung makan Padang yang bisa didatangi seenaknya.Hari-harimu jadi zombie yang tak bisa berpikir dengan akal sehat sudah lewat masanya. Kini kamu bisa memaksa diri bangun di pagi hari, meski namanya tetap belum terhapus dari hati. Impianmu perlahan mulai kau kejar lagi, walau sesekali kau bayangkan betapa nyaman jika ia ada di sisi untuk mendampingi. Perlahan kau mulai bisa hidup untuk diri sendiri, meski jujur kau tahu kau bukanlah orang yang sama lagi.
Seklise apapun kedengarannya kekuatan tak lain datang dari doa-doa kecil yang kau uarkan ke udara. Kau percaya doa menguatkanmu, tanpa sentuh tangan langsung doamu pun mengasihinya. Dalam tiap sujud dan tangkup tangan kau sisipkan namanya ke telinga Sang Pencipta. Berharap Ia mendengar permohonan HambaNya yang tak punya daya.Satu-dua kali sepi tetap terasa menyiksa. Namun kini doa sudah bisa menanakkan air mata. Kawanan air mata yang dulu datang tanpa diminta sekarang lebih tahu sopan santun bertamu. Mereka tak lagi terlampau rutin mengunjungimu.
Tak ada kesedihan yang pantas disantuni. Hati tabahmu pun mengerti kau pantas mendapatkan lebih dari yang gigih kau perjuangkan saat ini
Sepanjang liku jalan ini kau belajar. Kau hanya boleh menengok lagi pada ia yang bisa menjaga hati. Karena kebanyakan manusia lebih menghargai ia yang hengkang tanpa pernah melongok lagi.Kini kau tahu, beberapa mereka yang memilih pergi memang tak ingin melihatmu jungkir-balik jumpalitan mengusahakannya kembali. Bagi mereka kamu hanya tanah lapang persinggahan, persimpangan yang harus dilalui. Dan betapa bodohnya dirimu jika keras kepala memperjuangkan ia yang bahkan tak mau lagi sekadar menitip hati.
Kau pernah hidup berjubah rindu. Sajak-sajak pilu sempat berloncatan tanpa henti di kepalamu. Tapi kini kau tahu, kesedihan macam ini tak pantas disantuni. Tiba saatnya kau hidup dengan gagah berani.Kini kamu tak ingin berdebat siapa yang kalah dan siapa yang menang dalam pertandingan soal perasaan. Telah tuntas kau makamkan berbatang-batang perdu kesepian. Jika sepi memang sudah tertakdirkan sampai hari bahagia itu datang, mengelabuinya dengan kehangatan semu justru bisa jadi sebuah kejahatan.
Sedang kamu, dan hati tabahmu bukanlah pecundang.
(Tuhan tak akan menabahkan hatimu tanpa rencana. Sekarang giliranmu bertahan sekuat tenaga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar